Unggul Islami Enterpreneurship

Merah Putih Masih Berkibar Robek dan Setengah Tiang: Potret Kontras Peringatan Kemerdekaan



Mitraindonesia--Di sudut sebuah gang yang tidak terlalu luas di pinggiran kota Makassar, sehelai bendera merah putih tampak berkibar lesu. Warnanya sudah memudar, ujungnya robek terurai, dan posisi tiangnya doyong/miring  tak utuh—berkibar malu-malu, tanpa makna yang jelas. Bukan karena duka nasional, bukan pula karena upacara penurunan. Ia hanya terlupakan.

Sementara di pusat kota, spanduk kemerdekaan dibentangkan megah, panggung-panggung rakyat berdiri megah, dan lomba 17-an digelar meriah. Kontras ini menjadi potret kecil bagaimana semangat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke 80 Republik Indonesia belum menyentuh semua sisi kehidupan masyarakat secara merata.


Simbol yang Terlupakan

Bendera adalah lambang tertinggi sebuah negara. Di dalamnya terkandung darah perjuangan, air mata para pahlawan, dan semangat tak kenal menyerah. 

Namun, setiap tahun, di berbagai pelosok negeri, masih mudah ditemukan bendera yang kusam, pudar dan robek, dibiarkan berkibar tak layak.

Fenomena ini menimbulkan tanya; apakah semangat kemerdekaan masih hidup di hati semua rakyat, ataukah simbol-simbol itu kini hanya jadi formalitas tahunan?.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1958, bendera yang rusak seharusnya tidak lagi digunakan dan wajib dimusnahkan secara hormat.

Namun, kesadaran itu belum menyentuh semua lapisan masyarakat. Sebagian besar mungkin bukan karena tidak peduli, tetapi karena kurangnya pemahaman, keterbatasan ekonomi, atau minimnya perhatian dari pemerintah setempat.


Ketimpangan dalam Merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia

Ironi lainnya muncul ketika merayakan kemerdekaan justru tampak lebih mewah di pusat kota, instansi pemerintah, dan pusat perbelanjaan. Namun di desa-desa terpencil, bahkan sekadar memasang bendera pun menjadi perjuangan tersendiri.

Di beberapa wilayah, masyarakat harus mengumpulkan uang secara gotong royong hanya untuk membeli sehelai bendera baru. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar bisa memasang baliho raksasa bertema kemerdekaan dalam semalam.

Apakah kemerdekaan hanya milik mereka yang mampu?


Merdeka, Tapi Untuk Siapa?

Tahun demi tahun, Indonesia memperingati kemerdekaan dengan gegap gempita. Tapi simbol seperti bendera yang robek dan dibiarkan setengah tiang justru menjadi penanda bahwa ada pekerjaan rumah yang belum selesai. Bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya menyentuh hati, pikiran, dan kehidupan seluruh rakyat Indonesia.

Apakah cukup hanya dengan perlombaan, pawai, dan upacara? Atau justru kita perlu merenungkan kembali makna kemerdekaan secara mendalam—dalam bentuk keadilan sosial, pendidikan yang merata, dan hidup yang layak?


Bendera Itu Harus Kembali Berkibar Tegak dan Utuh

Kemerdekaan bukan sekadar angka 17 Agustus. Ia hidup dalam kesadaran kita sehari-hari. Mengganti bendera yang rusak, memasangnya dengan hormat, adalah bentuk kecil dari penghormatan besar terhadap republik ini.

Dan selama masih ada bendera yang robek dan berkibar setengah tiang karena kelalaian pemiliknya, mungkin itu adalah isyarat—bahwa perjuangan kita untuk benar-benar merdeka masih jauh dari selesai. MERDEKA!!!

Baca Juga
Posting Komentar