Unggul Islami Enterpreneurship

Makna di Balik Nama-Nama Kecamatan di Makassar

                                  Foto: makassar.view (IG)


Mitraindonesia-Kota Makassar merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, terbagi menjadi 15 kecamatan. 

Untuk konteks yang lebih besar, nama kota Makassar/Ujung Pandang juga punya makna, Makassar diyakini dari kata Mangkasara, gabungan “Mangka” (wujud nyata/sifat Tuhan)+ “Kasara” (terlihat), yang berarti “ketampakan sifat-sifat ke-Tuhanan”.

Ujung Pandang nama sebuah benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga tahun 1545. Nama ini kemudian dipakai untuk kota ketika wilayahnya diperluas dan sebagai nama resmi dari 1971 sampai diganti kembali ke Makassar sekitar tahun 1999

Berikut beberapa asal-usul nama kecamatan di Kota Makassar berdasarkan sumber-sumber sejarah dan literatur lokal, yakni, Mariso, Mamajang, Makassar, Ujung Pandang, Rappocini, Tamalate, Bontoala, Wajo, Tallo, Ujung Tanah, Panakkukang, Manggala,  Biringkanaya, Tamalanrea, Kepulauan Sangkarrang.

Berikut ulasannya;

Kecamatan Makassar

Kecamatan Makassar memiliki makna yang berasal dari kata "Mangkasara," yang berarti "menampakkan diri" atau "terbuka". Secara lebih luas, makna ini juga mengandung arti besar (mulia) dan berterus terang (jujur). Sifat ini mencerminkan karakter orang dan budaya Makassar yang kuat dan terbuka. 

Secara etnologis, "Mangkasara" merupakan gabungan dari prefiks "mang-" dan kata "kasara'" yang berarti "tampak" atau "wujud".

Secara keseluruhan, kata ini melambangkan orang yang memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (jujur).

Secara Simbolis, nama ini juga bisa diartikan sebagai sifat terbuka atau transparan, mencerminkan sifat masyarakatnya yang jujur dan terbuka.

Pesan "Sekali Layar Terkembang, Pantang Biduk Surut ke Pantai" dalam logo kota juga melambangkan semangat kepribadian yang pantang mundur, sejalan dengan makna "Mangkasara".

Dalam Kehidupan Sehari-hari, slogan "Kota Daeng" juga menjadi salah satu julukan Makassar, di mana "Daeng" memiliki makna yang beragam mulai dari gelar kebangsawanan hingga panggilan untuk orang-orang yang dihormati, mencerminkan adanya keragaman dan tingkatan dalam sosial masyarakatnya.

Prinsip hidup orang Makassar seperti "A'bulo Sibatang" juga menunjukkan makna kebersamaan yang kuat, di mana "sebatang bambu" melambangkan solidaritas dan kekuatan yang kokoh. 


Kecamatan Ujung Pandang 

Kecamatan Ujung Pandang memiliki makna yang terkait erat dengan sejarah kota Makassar. 

Nama "Ujung Pandang" berasal dari nama benteng (Benteng Ujung Pandang) bersejarah yang didirikan pada masa Kerajaan Gowa, yang kemudian menjadi salah satu nama resmi kota tersebut. 

Nama ini juga dikaitkan dengan jazirah di pesisir yang ditumbuhi tanaman pandan, di mana kata "pandang" merupakan pelafalan Makassar untuk "pandan". 

Nama "Ujung Pandang" awalnya merujuk pada benteng yang didirikan oleh Raja Gowa pada tahun 1545. Benteng ini kemudian diserahkan kepada VOC dan kini dikenal sebagai Fort Rotterdam.

Penafsiran lain mengaitkan nama ini dengan jazirah tanah yang menjorok ke laut, yang ditumbuhi banyak tanaman pandan. "Pandang" dalam bahasa Makassar berarti "pandan", sehingga "Ujung Pandang" secara harfiah bisa diartikan sebagai ujung jazirah yang penuh pandan. 


Kecamatan Rappocini

Kecamatan Rappocini berasal dari bahasa Makassar, kata "rapo" sejenis buah, dan "cini" berarti melihat. Nama ini dapat diartikan melihat banyak buah. Di Kampung Rappocini dulunya banyak terdapat buah- buahan.

Sementara pendapat lain mengatakan bahwa Nama Rappocini diambil keturunan Raja Gowa yang namanya "Gallarang Rappocini". Beliau membentuk sebuah perkampungan yang kemudian oleh masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Kampung Rappocini.


Kecamatan Panakkukang

Makna Kecamatan Panakkukang dari bahasa Makassar berarti "tempat yang dirindukan" atau bisa juga diartikan sebagai "kebun yang harum". Arti pertama berasal dari kata "nakku" (rindu) dan arti kedua dari kata "nakku" (ciuman) yang digabungkan dengan "kan" (kebun). 

"Tempat yang dirindukan", merupakan tafsir yang paling umum dan berasal dari kata "nakku" yang berarti "rindu". Makna ini menggambarkan wilayah yang indah dan selalu dikenang oleh penduduknya.

"Kebun yang harum", Tafsir ini berasal dari kata "nakku" (ciuman/menghirup) dan "kan" (kebun). Secara harfiah, ini merujuk pada tempat yang subur, banyak tumbuh-tumbuhan, dan indah untuk dinikmati. 


Kecamatan Tamalate

Makna nama kecamatan Tamalate berasal dari kata Bugis/Makassar "tamara" (tidak terlihat) dan "late" (berkeliaran), sehingga secara harfiah berarti "tidak terlihat berkeliaran". 

Makna ini mengacu pada kondisi daerah tersebut di masa lalu yang sulit dijangkau atau terpencil. 


Kecamatan Mamajang

Kecamatan "Mamajang" di Makassar memiliki makna historis yang berasal dari tokoh masyarakat bernama Karaengta Moajang, yang lebih akrab disapa Karaeng Mamajang.

Ia memiliki lahan yang luas di Kampung Bonto Biraeng, sehingga wilayah tersebut kemudian diidentikkan dan dinamakan sesuai dengan namanya. 

Nama Mamajang diambil dari Karaengta Moajang, seorang tokoh masyarakat yang tinggal di Kampung Bonto Biraeng. Beliau dikenal memiliki lahan yang sangat luas di kampung tersebut. 

Sesuai kebiasaan toponimi (penamaan suatu tempat), nama tokoh tersebut kemudian digunakan untuk menamai wilayahnya. Sehingga saat di bentuk Kecamatan, maka nama Karaeng Mamajang diabadikan namanya sebagai nama Kecamatan di Makassar.


Kecamatan Bontoala

Kecamatan Bontoala, dalam bahasa Makassar, berarti "bukit-bukit kecil yang ditumbuhi pepohonan" atau "bukit hutan". Kata "bonto" berarti bukit atau gunung-gunung kecil, dan "ala" berarti hutan atau pepohonan kecil. 


Kecamatan Wajo

Makna kata "Wajo" berbeda-beda tergantung konteksnya. Kata ini bisa berarti "bayangan" atau "bayang-bayang" (bahasa Bugis) dan digunakan sebagai nama sebuah kerajaan di masa lalu. Nama ini berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Wajo, di mana di bawah "bayang-bayang" (wajo-wajo), diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat untuk membentuk kerajaan tersebut.

Dalam konteks Kecamatan Wajo di Makassar, nama tersebut berasal dari perkampungan kuno "Kampong Wadjo" di awal abad ke-19 Masehi. Kemudian, pada awal abad ke-20, pemerintah Hindia Belanda menamainya berdasarkan kelompok masyarakat dan penempatannya. 


Kecamata Tallo

Kecamatan Tallo dalam bahasa Makassar adalah "keberanian" atau "semangat juang", yang mencerminkan sejarahnya sebagai bekas wilayah utara Kesultanan Tallo dan pusat peradaban di masa lalu. Kecamatan Tallo saat ini merupakan bagian dari Kota Makassar dan memiliki sejarah panjang sebagai pusat kekuatan dan penyebaran Islam.

Tallo pernah menjadi sebuah kerajaan dan wilayah utara dari Kesultanan Tallo sebelum dijadikan Distrik Tallo oleh Pemerintah Hindia Belanda sekitar awal abad ke-20.

Kecamatan Tallo memiliki posisi yang strategis di bagian utara Kota Makassar, yang berbatasan dengan laut dan pelabuhan, menjadikannya sebagai salah satu pintu gerbang utama ekonomi kota. 


Kecamatan Ujung Tanah

Makna dari Kecamatan Ujung Tanah adalah wilayah yang secara harfiah berarti "ujung daratan" atau "ujung tanah". Nama ini merujuk pada lokasinya yang merupakan ujung daratan atau batas wilayah. Kecamatan ini adalah salah satu wilayah bersejarah di Kota Makassar, di mana terdapat Pelabuhan Paotere, salah satu pelabuhan tertua di Indonesia yang merupakan peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. 


Kecamatan Mariso

Kecamatan "Mariso" memiliki dua kemungkinan asal dari bahasa Makassar, "bekerja keras" dari kata "Makkareso" atau "ricuh" dari kata "Maricu". 

Arti pertama merujuk pada semangat kerja penduduknya, sedangkan arti kedua merujuk pada sejarah wilayah tersebut yang dulunya sering terjadi keributan. 

"Makkareso", dalam bahasa Makassar, "Makkareso" berarti bekerja keras. Makna ini dikaitkan dengan semangat kerja keras penduduk Mariso pada masa lalu.

"Maricu", dalam bahasa Makassar, "Maricu" berarti ricuh atau gaduh. Makna ini dikaitkan dengan sejarah wilayah tersebut yang dulunya sering terjadi keributan antarwarga.

Proses Penamaan, Saat daerah ini akan dijadikan kelurahan, masyarakat melakukan musyawarah dan sepakat untuk menggunakan nama "Mariso" yang merupakan pengembangan dari "Maricu". 


Kecamatan Manggala

Kecamatan Manggala berasal dari dua kemungkinan, bahasa Sansekerta "manggala" yang berarti keberuntungan atau nama tokoh masyarakat Bugis-Makassar bernama Cambang Manggala yang memiliki kharisma dan kemampuan mempersatukan masyarakat baik di lembah maupun di perbukitan. Beliau dikenal juga dengan gelar "Karaeng Mocong-moncong" karena sering menengahi masalah di atas bukit atau moncong.

Nama ini sering digunakan sebagai harapan agar suatu perjalanan atau usaha selalu disertai keberuntungan. 


Kecamatan Biringkanaya

Kecamatan "Biringkanaya" memiliki arti "perkataan yang terakhir" dalam bahasa Makassar, yang berasal dari dua kata: "biring" (tepi atau akhir) dan "kanaya" (ucapan atau perkataan). 

Secara historis, wilayah ini dianggap sebagai tempat berdoa yang sakral, di mana doa dan nazar dipercaya akan terkabul.  Wilayah ini dulunya merupakan tempat berdoa bagi masyarakat setempat, yang percaya bahwa doa yang dipanjatkan di tempat ini akan dikabulkan. 


Kecamatan Tamalanrea

Sedangkan Kecamatan Tamalanrea mempunyai makna berasal dari bahasa Makassar, yaitu "Tama'lanrea," yang artinya "tidak pernah bosan". 

"Tamalanrea" berasal dari kata dasar "Tama'lanre". Tama', Tidak pernah dan Lanre,  Bosan.

Menggabungkan kedua kata tersebut menghasilkan arti "tidak pernah bosan".

Nama ini populer dan sering digunakan untuk merujuk pada sebuah kecamatan di Kota Makassar, termasuk wilayah kampus Unhas. 

Baca Juga
Posting Komentar