Purple Day: Stop Stigma, Tetap Peduli, Stand Up For Epilepsy
Mitraindonesia, MAKASSAR -- Berlokasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unismuh Makassar, Minggu pagi 18 Mei 2025, Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia (PERPEI) Sulawesi Selatan, Perkumpulan Dokter Spesialis Neurologi (Perdosni) dan Komunitas Peduli Epilepsi Makassar menggelar Purple Day yang dikemas secara santai.
Sedianya acara ini diseleggarakan setiap tanggal 26 Maret, akan tetapi karena betepatam dengan Bulan Ramadhan, acaranya ini akhirnya baru terlaksana.
"Stop Stigma, Tetap Peduli, Stand Up For Epilepsy", menjadi tema Purple Day tahun 2025.
Tema tersebut memiliki makna mendalam bagi kaum minoritas seperti Orang Dengan Epilepsi (ODE) yang artinya berhenti membeda-bedakan atau menstigmatisasi orang dengan epilepsi. Tetap peduli dan memperhatikan kebutuhan mereka, kemudian berdiri teguh mendukung dan memperjuangkan hak-hak ODE maupun caregivennya.
Tema ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma terhadap epilepsi, serta mendorong dukungan dan kepedulian terhadap kehidupan dan masa depan penyandang Epilepsi.
Kegiatan ini dibuka oleh Dr. dr. Andi Weri Sompa, M.Kes., Sp. N (K) sebagai Ketua PERPEI, kemudian dr. Suriah Tjegge, MHA,FISQua CHAE selaku Wakil Direktur Pendidikan dan Pelayanan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unismuh Makassar.
Melalui sambutannya, Dr. Weri menyampaikan bahwa kegitan purple day ini sebagai bentuk kepedulian dan juga sebagai bentuk motivasi, semangat kepada perawat, pendamping maupun ODE itu sendiri.
"Melalui event ini juga kami berkomitmen bersama dan menggaet teman-teman maupun pendamping yang merawat ODE, baik itu anaknya, suami/istri, orang tuanya, mereka itu tidak sendiri, mereka punya teman untuk melanjutkan hidup dan masa depannya," pungkas Dr. dr Andi Weri.
Selanjutnya dr. Suriah Tjegge mengatakan kegiatan ini sangat penting, untuk menghilangkan stigma. "Karena masih banyak orang yang phobia, bahwa epilepsi itu menular, justru TBC yang menular, ketika berbicara dengan orang yang mengidap TBC akan tertular, sedangkan epilepsi tidak menular, stigma epilepsi menular itu tidak benar," tegas dr. Suriah.
Ia juga berpesan yang perlu dijaga di sekolah, jangan sampai bullying di sekolah ketika ada anak-anak di sekolah dapat buli dari teman-temannya bahkan gurunya sendiri ketika anak kita dapat serangan.
"Siapapun dia, anak kita, saudara kita yang merawat, mendampingi ODE harus benar-benar menjaganya dan memperhatikan pengobatannya, jangan sampai tiba-tiba datang serangan baik itu di sekolah, pasar ada yang memberikan pertolongan," kata dr. Suriah.
Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan talkshow tentang epilepsi. Dua pembicara yang dihadirkan adalah Dr. Weri dan Dr. Debby yang merupakan neurolog di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unismuh.
Poin-poin bahasan dalam talkshow tersebut meliputi penyebab epilepsi, faktor resiko, pengobatan, dan penangan pertama saat terjadi kejang epilepsi.
Sesi talkshow diselingi dengan testimoni dari Pak Idris yang telah menjadi ODE lebih dari 20 tahun serta Bu Gina, yang menjadi caregiver bagi putrinya Gwenny, yang terdiagnosa epilepsi sejak berusia 6 bulan hingga sekarang berusia hampir 7 tahun. Gwenny kini telah lepas obat, namun masih tetap dalam pemantauan neurolog.
Sedangkan pak Idris meski masih harus tetap melanjutkan pengobatan, tapi telah memahami pentingnya menjaga pola hidup sehat demi menjaga agar kejang terkontrol.
Untuk menambah keceriaan dan keseruan acara Purple day 2025, panitia mengadakan game Charade, berupa permainan tebak kata berkelompok yang akhirnya dimenangkan oleh kelompok 3. Setelah itu dilanjutkan dengan game saling tukar kado antar peserta, caregiver dan panitia diiringi lagu anak-anak.
Di Sesi penutup, Nurhaya Nurdin (Dosen Fakultas Keperawatan Unhas, Penyintas Epilepsi & Pendiri Komunitas Epilepsi Indonesia) menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Dr. Weri selaku ketua PERPEI dan RS PKU Muhammadiyah yang telah memberikan ruang bagi ODE dan caregivernya untuk bertumbuh dan belajar tentang epilepsi.
Nurhaya juga berpesan agar kedepannya petugas kesehatan yang mengedukasi masyarakat agar bisa lebih membumikan bahasa epilepsi yang digunakan.
Sehingga masyarakat dengan literasi kesehatan rendah dapat lebih mudah memahami pesan-pesan kesehatan yang diberikan dan bisa berdaya untuk terus meningkatkan kepatuhan mereka dalam pengobatan dan treatment epilepsi yang dijalani.
Sampai jumpa di acara satu dekade epilepsi tahun depan ya.